Rabu, 08 Juni 2022

Komunitas yang produktif


“Bagaimana mungkin satu orang dapat mengejar seribu orang, dan dua orang dapat membuat lari sepuluh ribu orang, kalau tidak gunung batu mereka telah menjual mereka, dan Tuhan telah menyerahkan mereka”. Ulangan 32:30


Ada sebuah prinsip sinergi. Ternyata jika satu orang bisa mengalahkan seribu musuh, dua orang mampu mengalahkan sepuluh ribu musuh. Saya percaya kalau kekuatan sinergi di atas berlaku bagi musuh-musuh umat Allah, apalagi sinergi yang terjadi pada orang-orang percaya.


Pengkhotbah meneguhkan hal ini dengan berkata: “Berdua lebih baik dari pada seorang diri; karena mereka menerima upah yang baik dalam jerih payah mereka” – Pengkhotbah 4:9. Jadi, jika kita hidup dalam komunitas, maka hal yang kita capai juga akan berlipat ganda.



Pertanyaan yang patut diajukan ialah: “Apa saja tanda dari hidup yang produktif melalui komunitas? Atau apa keuntungan yang bisa kita peroleh dari hidup dalam komunitas? Berdasarkan firman Tuhan dalam kitab Pengkhotbah di atas, maka ada beberapa hal yang bisa kita peroleh, yaitu:


1. Kita tidak akan mudah terjatuh.

“Karena kalau mereka jatuh, yang seorang mengangkat temannya, tetapi wai orang yang jatuh, yang tidak mempunyai orang lain untuk mengangkatnya” – Pengkotbah 4:10. 

Kita cenderung mempraktekkan pikiran dan perasaan kedagingan yang akan membawa kita ke dalam kejatuhan. Tetapi, bila kita saling membangun dan saling tolong-menolong, maka Roh Kudus yang ada di tengah-tengah komunitas akan menolong kita untuk menyingkirkan pikiran-pikiran kedagingan yang menjatuhkan kita ke dalam dosa – Efesus 4:17-32.


2. Kita tidak akan mudah dipadamkan.

“Juga kalau orang tidur berdua, mereka menjadi panas, tetapi bagaimana seorang saja dapat menjadi panas?” – Pengkhotbah 4:11. 

Orang yang hidup sendiri akan seperti arang yang dipisahkan dari kumpulan bara api. Mereka yang suka berpisah akan segera padam. Pikiran dan hati Kristus hanya akan terus-menerus terimpartasi bila kita terus-menerus berada di dalam komunitas yang digerakkan oleh Allah. Api kebangunan rohani akan semakin besar apabila kita berada di dalam komunitas Kerajaan Allah.


3. Kita tidak akan mudah dikalahkan.

“Dan bilamana seorang dapat dikalahkan, dua orang akan dapat bertahan. Tali tiga lembar tak mudah diputuskan”. Setan sangat takut kepada orang yang hidup di dalam komunitas yang bersehati. Bila kita menjadi komunitas yang sehati, sepikir dan sepakat, maka kita tidak dapat dikalahkan oleh musuh. Dalam kesepakatan, ada kekuatan yang tidak dapat dihentikan oleh siapapun selain oleh Tuhan sendiri. Itulah yang terjadi pada kesatuan dalam membangun menara Babel – Kejadian 11:6. 

Karena itu, satu-satunya cara Tuhan untuk menghancurkan kekuatan itu adalah dengan mengacaukan komunitas (bahasa) mereka – Kejadian 11:7.


4. Kita dapat berdoa dengan efektif.

“Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya apa yang kamu ikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kamu lepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga. Dan lagi Aku berkata kepadamu: Jika dua orang dari padamu di dunia ini sepakat meminta apapun juga, permintaan mereka itu akan dikabulkan oleh Bapa-Ku yang di sorga” – Matius 18:18-19. 

Kehidupan yang berbuah hanya dapat terjadi dengan doa sepakat. Melalui doa bersepakatlah kita mendatangkan Kerajaan Allah di bumi ini – Matius 6:10.


Berdoa sepakat lebih hebat kuasanya dari doa individu. Doa Bapa kami adalah doa korporat yang dimulai dari “Bapa Kami”, bukan “Bapa Saya”. Adam hanya dapat memberi nama kepada binatang-binatang di taman Eden, namun ia belum dapat memperlebar taman, menaklukkannya serta memenuhi bumi dengan budaya Kerajaan Allah bila dia tidak memiliki seorang penolong (Hawa), untuk menjadi komunitas Kerajaan Allah yang mengubah dunia – Kerajaan 2:15-25. Bahkan walaupun ia sudah berbuah, tetapi Tuhan berkata: “tidak baik kalau manusia itu seorang diri saja …” – Kejadian 2:18. Jadi, bukanlah kehendak Tuhan (“tidak baik”) manusia itu hidup sendirian tanpa komunitas.

Tuhan mewmberkati

Selasa, 20 Agustus 2019

Renungan: Rabu, 21 Agustus 2019 - MENYALAHKAN KEADAAN


Bacaan : Yohanes 5:1-18
Setahun: Yeremia 26-28
Nats: Jawab orang sakit itu kepada-Nya, "Tuan, tidak ada orang yang menurunkan aku ke dalam kolam itu ketika airnya mulai terguncang, dan sementara aku menuju ke kolam itu, orang lain sudah turun mendahului aku." (Yohanes 5:7)

Renungan:

MENYALAHKAN KEADAAN

Yuki Kawauchi merupakan juara Boston Marathon 2018. Dalam perlombaan yang menempuh jarak 42, 195 km ini, banyak pelari yang bertumbangan karena mengeluhkan cuaca ekstrem yang terjadi saat perlombaan berlangsung. Saat itu cuaca begitu dingin mencapai 3 °C. Alih-alih sama seperti pelari lain yang menyalahkan cuaca, Yuki justru dalam sesi wawancara berkata, "Cuaca ini adalah kondisi yang terbaik. Saya tidak pernah menyerah."

Pada saat itu, Tuhan Yesus menanyakan sebuah pertanyaan yang sederhana saat Ia berjumpa dengan seorang yang sudah 38 tahun lamanya sakit, "Maukah engkau sembuh?" Sebuah pertanyaan yang bisa dijawab dengan "Ya" atau "Tidak". Namun yang menarik adalah orang tersebut justru menjawab, "Tuan, tidak ada orang yang menurunkan aku ke dalam kolam itu ketika airnya mulai terguncang" (ay. 7). Sepertinya ia sedang nenyalahkan keadaan, atau mungkin ia sudah putus asa karena pengalaman hidup yang dialaminya mengajarkan bahwa dia hanya bisa menonton kalah tak berdaya, dan tak ada seorang pun yang mau peduli kepadanya.

Bukankah kita hampir sama seperti orang sakit ini? Saat mendapatkan masalah, apa yang pertama kali kita lakukan? Kecenderungan kita adalah menyalahkan orang lain atau keadaan. Jarang sekali kita mengintrospeksi diri kita sendiri. Tuhan Yesus rindu agar kita tidak menyalahkan keadaan atau orang lain.
   
SAAT MASALAH MENDERA PASTIKAN UNTUK MENGINTROSPEKSI DIRI KARENA MENYALAHKAN KEADAAN BUKANLAH SOLUSI.

Bacaan Alkitab Setahun: http://alkitab.sabda.org/?Yeremia+26-28
Mobile: http://alkitab.mobi/tb/passage/Yeremia+26-28

Senin, 19 Agustus 2019

Renungan: Selasa, 20 Agustus 2019 - MEMANFAATKAN KESEMPATAN


Bacaan : Matius 26:69-75
Setahun: Yeremia 23-25
Nats: Petrus pun teringat akan apa yang dikatakan Yesus kepadanya, "Sebelum ayam berkokok, engkau telah menyangkal Aku tiga kali." Lalu ia pergi ke luar dan menangis dengan sedihnya. (Matius 26:75)

Renungan:

MEMANFAATKAN KESEMPATAN

Petrus beberapa kali menyalahgunakan kesempatan hidupnya. Ia bermulut besar dengan mengatakan bahwa imannya tidak akan pernah terguncang (Mat. 26:33). Ia menggunakan waktu di taman Getsemani untuk tidur alih-alih berdoa dan berjaga-jaga seperti yang Yesus harapkan. Ia menghunuskan pedang saat Yesus hendak ditangkap, seakan-akan hal itu adalah tindakan yang tepat dan hebat. Mungkin ia berpikir itulah saatnya membuktikan diri bahwa ia rela mati bagi Sang Guru. Sayang, ia keliru. Ia mengikuti Yesus saat Ia ditangkap. Namun alih-alih menemani dan memberi pembelaan, ia menyangkal Yesus.

Kegagalan Petrus dalam mempergunakan kesempatan hidupnya terjadi karena ia tidak siap dengan konsekuensi atas ucapannya sendiri. Ia terlalu percaya diri, namun takut pada penderitaan. Ia tidak memegang komitmen karena tidak memahami misi Yesus. Ia berharap Yesus tampil sebagai pahlawan menurut alur pikirannya. Karena itu peristiwa penangkapan Yesus membuatnya tergagap. Beruntung Petrus mempergunakan kesempatan berikutnya sebagai titik balik. Ia bertobat dan menjalani hidup benar sebagai saksi Kristus.

Haruskah kita menyalahgunakan kesempatan sebelum bertobat pada akhirnya? Bagaimana jika tidak ada kesempatan lagi? Terlebih mengingat hidup kita hanya satu kali dan waktu tidak akan pernah terulang. Jika kesempatan telah berlalu, menyesal pun tiada guna. Menangis, meratap, bersedih dan mengutuki diri sendiri pun tidak akan membuat keadaan berbalik. Daripada menunda lebih baik segera berbalik kepada-Nya.
   
GUNAKAN KESEMPATAN KETIKA IA NAMPAK DI HADAPANMU, KARENA IA DATANG BAGAI AWAN BERLALU.

Bacaan Alkitab Setahun: 
http://alkitab.sabda.org/?Yeremia+23-25
Mobile: 
http://alkitab.mobi/tb/passage/Yeremia+23-25

Sabtu, 17 Agustus 2019

Renungan: Minggu, 18 Agustus 2019 - JANJI PENJARA


Bacaan : Kejadian 40:1-23
Setahun: Yeremia 15-18
Nats: "Tetapi, ingatlah kepadaku, apabila keadaanmu telah baik nanti, tunjukkanlah terima kasihmu kepadaku dengan menceritakan hal ihwalku kepada Firaun dan tolonglah keluarkan aku dari rumah ini." (Kejadian 40:14)

Renungan:

JANJI PENJARA

Berdasarkan pengalaman belasan tahun melayani di Lembaga Pemasyarakatan, seorang teman memperkenalkan istilah "Janji Penjara", yaitu janji yang diucapkan menjelang bebasnya seseorang kepada rekan-rekannya yang masih menjalani masa hukuman. Nyatanya, sering kali janji itu dilupakan alias tidak ditepati.

Yusuf adalah salah satu tahanan yang mengecap pahitnya "janji penjara". Fakta bahwa ia dipercaya untuk mengurus semua tahanan (Kej. 39:22) menunjukkan bahwa ia adalah orang yang dipercayai, termasuk melayani tahanan khusus raja. Ia juga dikaruniai pengertian untuk mengartikan mimpi. Itu digunakannya untuk menolong orang lain. Ketika sang juru minuman dibebaskan dan kembali menjabat di istana, Yusuf berpesan agar kasusnya disampaikan kepada Firaun. Ia ingin agar juru minuman itu mengingat jasanya dan menolongnya. Namun yang terjadi ialah, Yusuf dilupakan (ay. 23).

Dalam perjalanan hidupnya yang penuh liku dan luka, Yusuf dikecewakan oleh banyak orang: dijual saudara sendiri, difitnah dan dijebloskan ke dalam penjara, serta dilupakan orang yang ditolongnya. Ia belajar bahwa berharap pada manusia hanya akan berbuah kecewa. Maka ia pun berharap hanya kepada Allah. Dua tahun kemudian (Kej. 41:1), ia menjadi penguasa di Mesir, bertemu dengan keluarganya dan mengampuni mereka. Ia menyimpulkan bahwa Allah bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi umat-Nya (Kej. 50:20, bdk. Rm. 8:28). Dan Dia tidak pernah menawarkan "janji penjara".
   
MENARUH HARAP PADA MANUSIA SERING KALI BERBUAH KECEWA, KARENANYA MARI BERPAUT KUAT KEPADA ALLAH YANG TEPERCAYA.

Bacaan Alkitab Setahun: http://alkitab.sabda.org/?Yeremia+15-18
Mobile: http://alkitab.mobi/tb/passage/Yeremia+15-18

Jumat, 16 Agustus 2019

Renungan : Sabtu, 17 Agustus 2019 - UBI AMOR, IBI OCULUS


Bacaan : 1 Samuel 10:17-27
Setahun: Yeremia 11-14
Nats: "Beginilah firman TUHAN, Allah Israel: Aku telah menuntun orang Israel keluar dari Mesir dan telah melepaskan kamu dari tangan orang Mesir dan dari tangan segala kerajaan yang menindas kamu." (1 Samuel 10:18)

Renungan:

UBI AMOR, IBI OCULUS

Seorang teolog dari Skotlandia yang meninggal di Paris pada tahun 1173, Richard of St. Victor, pernah mengatakan demikian, "Ubi amor, ibi oculus." Secara terjemahan bebas, rangkaian kata-kata indah itu berarti, "Di mana ada cinta, di situ ada mata." Cinta menyajikan kebenaran yang paling benar. Namun cinta seperti itu kini nyaris hilang di banyak tempat di dunia ini. Cinta memudar, yang tampak adalah nafsu angkara murka, kebencian antarmanusia. Orang dengan mudah menghilangkan kehidupan manusia lain.

Padahal betapa besarnya kasih setia Allah, yang walaupun telah ditolak oleh umat-Nya sendiri, tetap menunjukkan kasih setia kepada umat-Nya itu. Allah adalah Tuhan yang telah mengeluarkan bangsa Israel dari kesusahan besar, perbudakan di Mesir selama ratusan tahun. Namun walau Allah telah melakukan semua karya besar itu, bangsa Israel justru tidak ingin bergaul erat dengan Allah. Meski demikian, Allah bukanlah Allah yang pasif ketika ditolak manusia, Dia adalah Allah yang berdaulat, yang di dalam kedaulatan-Nya dapat memakai penolakan bangsa Israel sebagai cara untuk menunjukkan kasih setia-Nya yang kudus dan tak bercela.

Tanpa sadar kita pun sering kali menolak Allah. Mungkin kita tidak menolak secara keseluruhan Pribadi Allah, tetapi kita menolak rencana-rencana-Nya bagi hidup kita. Rencana Allah adalah menyelamatkan umat manusia berdosa dari hukuman maut. Kasih setia Allah seharusnya menjadikan diri kita semakin rendah hati dan taat kepada-Nya. Kita adalah duta kasih Allah di bumi ini. Kasih itu memanusiakan manusia.
   
KALAU MANUSIA KEHILANGAN KASIH ILAHI, MAKA HILANG PULALAH KEMANUSIAANNYA.

Bacaan Alkitab Setahun: http://alkitab.sabda.org/?Yeremia+11-14
Mobile: http://alkitab.mobi/tb/passage/Yeremia+11-14

Kamis, 15 Agustus 2019

Renungan: Jumat, 16 Agustus 2019 - DASAR KEBIJAKSANAAN


Bacaan : 1 Raja-raja 3:9
Setahun: Yeremia 7-10
Nats: "Maka berikanlah kepada hamba-Mu ini hati yang faham menimbang perkara untuk menghakimi umat-Mu dengan dapat membedakan antara yang baik dan yang jahat, sebab siapakah yang sanggup menghakimi umat-Mu yang sangat besar ini?" (1 Raja-raja 3:9)

Renungan:

DASAR KEBIJAKSANAAN

Jabatan pemimpin sering kali dipandang sebagai pengatur segala hal, karena jabatan tersebut memberikan kekuasaan yang besar. Kesalahan dalam memahami arti pemimpin ini justru menghilangkan arti tanggung jawab, yang pada akhirnya tidak dapat membangun apa pun. Padahal sebenarnya, menjadi pemimpin berarti menjadi pelayan. Dia melayani, supaya dapat membangun kehidupan yang dipimpinnya.

Demikian juga yang menjadi sikap Salomo ketika menjadi raja atas Israel. Sekalipun menjadi raja, Salomo tetap memandang dirinya sebagai hamba di hadapan Allah. Dengan rendah hati Salomo mengakui keterbatasannya sebagai manusia, sehingga Salomo mengakui bahwa tidak ada satu orang pun yang pantas menghakimi umat-Nya. Atas hal itulah, maka Salomo memohon kepada Allah untuk diberikan hati yang bijaksana. Permohonan Salomo ini menunjukkan ketulusan dan kesungguhan hatinya untuk melaksanakan tanggung jawabnya memimpin bangsa Israel, bukan sebagai penguasa, melainkan sebagai pelayan. Karena kehidupan pelayanan tidak akan terbangun tanpa kebijaksanaan. Dengan ketulusannya untuk melayani tersebut, Salomo juga menunjukkan bahwa kebijaksanaan terletak pada hati yang mau merendah untuk melayani.

Setiap manusia memiliki tanggung jawab. Oleh karena itu, tanggung jawab tersebut haruslah kita emban dengan sikap bijaksana. Salomo menunjukkan, bahwa kebijaksanaan hanya bisa dilakukan dengan kerendahan hati untuk melayani. Supaya dengan demikian, kita dapat membangun kehidupan yang baik.
   
KERENDAHAN HATI ADALAH DASAR DARI KEBIJAKSANAAN.

Bacaan Alkitab Setahun: http://alkitab.sabda.org/?Yeremia+7-10
Mobile: http://alkitab.mobi/tb/passage/Yeremia+7-10

Rabu, 14 Agustus 2019

Arti ketaatan yg telah diteladankan


Arti ketaatan yg telah diteladankan para nabi...

⛵Nabi NUH belum tahu Banjir akan datang ketika ia membuat Kapal dan ditertawai Kaumnya.

🐏 ABRAHAM belum tahu akan tersedia Domba ketika Pisau nyaris memenggal Buah hatinya.

🎋Nabi MUSA belum tahu Laut terbelah saat dia diperintah memukulkan tongkatnya.

💝Yang Mereka Tahu adalah bahwa Mereka harus Patuh pada Perintah ALLAH dan tanpa berhenti Berharap
yang Terbaik...
💝Ternyata dibalik KETIDAKTAHUAN kita, ALLAH telah menyiapkan Kejutan !
💝SERINGKALI Tuhan Berkehendak didetik-detik terakhir dalam pengharapan dan ketaatan hamba2NYA.

💝Jangan kita berkecil hati saat sepertinya belum ada jawaban doa...
Karena kadang Tuhan mencintai kita dengan cara-cara yang kita tidak duga dan kita   tidak suka...💝Allah memberikan apa yg kita butuhkan, bukan apa yg kita Inginkan...!

💝Lakukan bagianmu saja, dan biarkan
Allah akan mengerjakan bagianNYA...

Tetaplah Percaya.
Tetaplah Berdoa.
Tetaplah Setia.
Tetaplah meraih berkatNya
Melayani lebih sungguh
Amiin..